Saran Pergaulan untuk Kemajuan Wisata Toba

“Kota Parapat jalannya sempit-sempit. Orang pun tahu kalau ini jalan satu arah tapi coba lihat sendiri ini pengendara,” gerutu supir travel yang membawa saya dan dua orang kawan dari Kemenkomaritim pagi itu, (08/03). Mobil meliuk di sisi danau, bergegas ke bandara Silangit-Siborong-borong mengejar penerbangan jam 10 ke Jakarta. Molor dari rencana awal pukul tujuh dari hotel Inna Parapat.

***

Kami hadir di Danau Toba, tepatnya Parapat sekaitan pertemuan evaluasi perkembangan program penguatan kapasitas parapihak yang dfasilitasi Kemenkomaritim. Ada tiga perwakilan universitas di Sumatera Utara yang juga hadir untuk update capaian kegiatannya, Universitas Negeri Medan, Universitas Sumatera Utara dan Kampus IT Del Laguboti. Relevan misi Pemerintah menyasar kunjungan akumulatif pelancong ke Danau Toba hingga sejuta di pengujung 2019.

Angka tersebut dipilih setelah membaca tren pengunjung mencapai kisaran 250ribu di rentang 2016. Melalui program pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), Pemerintah memberikan perhatian maksimum pada sekurangnya delapan destinasi wisata nasional, salah satunya Danau Toba. Acara berlangsung tanggal 7 Maret dan menghasilkan beberapa rekomendasi. Kami kembali ke Jakarta keesokan harinya.

Kami beranjak sekira pukul 07.30 Wib. Perjalanan ditaksir dua jam dari Parapat ke Bandara Silangit. Supir gempal yang membawa khawatir terhalang macet di Balige. “Harus buru-buru, takutnya macet,” ujarnya sembari menggeber gas. Sayalah yang telat berkemas sebab tergoda pesona Danau Toba pagi itu, apalagi kawasan Parapat diguyur hujan semalam. Aroma pagi sungguh menggoda untuk menyigi sisi danau.

Pagi itu, suasana perjalanan kami terasa sesak sebab harus berjibaku dengan jarak dan kondisi jalan. Takut telat. Untuk mengusir rasa khawatir, saya memulai obrolan dan tertuju ke sang supir sembari merekam obrolan. Saya bahkan menyampaikan kalau perlu pandangan dan sarannya terkait pariwisata Toba ke depan.

“Enaklah sekarang, bukan hanya dari Parapat untuk sampai ke Samosir, dari Balige pun ada ferry,” kata sang supir yang kemudian mengaku bernama Pergaulan Nainggolan. Ferry yang dimaksud adalah kapal kayu yang membawa penumpang untuk tujuan wisata ke Pulau Samosir. Pada kedatangan di bulan Agustus 2016, saya sempat merasakan pelayaran dari Balige ke Tomok selama dua jam. Suasana terasa mengasikkan waktu itu, ditemani angin semilir dan durian Medan yang menantang.

***

“Panggil saja Nainggolan boleh juga Pergaulan, usia 43 tahun,” ucap pria yang mengaku tinggal di Parapat, tepatnya di dekat Hotel Inna Parapat. “Kira-kira 400 meterlah,” imbuhnya seraya menggerakkan kepalanya.

“Aku rata-rata bawa bule, terakhir tadi malam (7/3), tamu dari Perancis mau ke Tuktuk, Samosir. Satu orang saja, laki-laki,” jawabnya ketika saya bertanya kapan terakhir kali membawa turis dengan mobil travelnya.

“Bapak optimis Danau Toba bisa dikembangkan, yakin?” tanyaku sembari memperbaiki tempat duduk. Saya duduk di kuris bagian tengah bersama Ardiansyah Hasyim dari Kemenkomaritim. Di depan, duduk seorang ibu juga dari Kemenkomaritim.

“Mungkin, tergantung,” jawab Pergaulan singkat.

“Tapi gini pak, kalau pemerintah ini memang fokus, memang bisa. Tapi yang pertama di peranin dulu, yang tinggal di daerah pariwisata. Ibaratnya kursus dulu, les dululah. Kalau cuman omongan Batak aja ditahu, itu nggak bisa maju pak. Yang jelas itu, bisa bahasa Inggrsi dan Indonesia, yang lembutlah. Itu yang perlulah,” sarannya bersemangat.

“Yang kedua, jangan menipu, jangan membohongi tamu, mesti ditata dulu ini,” lanjutnya. Ardiansyah menambahkan bahwa itu memang sejalan dengan program Kemenkomaritim pada sisi penguatan karakater masyarakat di sekitar lokasi wisata seperti Danau Toba.

“Iyalah pak, perlu perbaikan pelayanan, perlu kelembutan, berperibahasa, keramahtamahan, kebersihan terutama,” katanya lagi. Tentang bahasa ini, saya ikut menimpali. “Tentang suara dan bahasa orang Batak, sama sajalah dengan saya yang Makassar, keras juga kan?”

“Sebenarnya, semua bangsa pasti ada, ciri khasnya. Tapi bagi orang yang belum tahu pasti kaget, kayak aku, kuatkan suara aku?” balasnya sembari menoleh ke samping kirinya.

“Ginilah ceritanya pak yah, kalaupun datang tamu ke Parapat, ibarat kata ke Tuktuk, informasikanlah yang bagus. Jangan saling membenturkan, yang ini pak fasilitasnya, gini situasinya,” katanya. Maksudnya setiap pelaku atau pihak yang mempromosikan lokasi wisata harus jujur membagikan informasi ke luar dengan benar.

“Kedua, masalah pelayanan tamu, kita antar, ke mana, sekarang kan sudah tak susah buka website. Inilah kuantar, kamipun bawa mobil, aku kan sudah 30 tahun lebih di daerah pariwisata, bawa kapal aku, asisten kapal aku tujuan Samosir,” katanya lagi dengan semangat.

Menurut Pergaulan, ada beberapa hal yang harus dipahami tentang pariwisata di sekitar Danau Toba ini. Tentang pengelolaan sampah misalnya. “Kadang tamu membuang sampah sembarangan itu, tdak boleh kasar kita, eh kita bilang saja, tolong yah, kita gak kasar, maaf ya,” katanya.

“Janganlah kita bentak-bentak, tahun depan, pasti datang lagi. Gitu aja modelnya pak,” lanjut pria yang mengaku dia telah menyampaikan ihwal pengelolaan sampah ini ke Camat, Lurah, agar ada penanganannya ramah dan bersahabat dengan pengunjung. Dia juga mengatakan bahwa di atas kapalpun harus dilengkapi tempat sampah.

“Yakin aku pak, mungkin 2019, yakin aku bisa maju, tapi mudah-mudahan dari Pusat datanglah untuk mewujudkan itu, mudah-mudahan Jokowi bisa datang dua kali setahun, besarlah dampaknya itu,” katanya lagi.

View dari Inna Parapat (foto: Kamaruddin Azis)

Menurut ayah dari Roy, Ana dan Liana ini, bukan hanya Jokowi, Suharno, Sukarno, Megawati pun sudah pernah ke Danau Toba. Jokowi bahkan sampai ke Tomok (Samosir). “Kalau sering datang pejabat negara, pasti pemerintah daerah takut,” kata Pergaulan terkait dampak seringnya pejabat Pusat datang ke daerah.

“Aku kan dari kalangan Muda-Muda juga, di lingkungan tadi, kalau ngomong, kubilang, kemjauan di tangan kita, kejelasan di tangan kita,” ujarnya.

Pergaulan mengatakan bahwa hal lain yang perlu ditangani adalah premanisme atau ulah kaum muda yang mengganggu turis yang datang. Menurutnya, itu tugas Pemerintah Daerah dan pihak kepolisian.

“Jangan cuma minum kopi, mengajak minum kopilah, tidak boleh lagi,” tegas sosok yang mengaku sering melihat ulah tak baik dari kaum muda terhadap turis itu.

Dengan lancar, Pergaulan menyebut bahwa perlu pula dikembangkan titik-titik wisata baru selain Tomok. Untuk menjawab target kunjungan tahun 2019 tersebut maka perlu diperluas lokasi wisata terutama di Samosir.

“Selain itu, tanpa ada kantor informasi wisata, sama aja bohong. Ini yang harus kita pertanyakan ke Menteri Pariwisata. Mana ada pak, apa ada kantor informasi (pariwista) di Parapat. Tolonglah biar dibangun, bilang saja itu dipertanyakan Pergaulan Nainggolan,” katanya disertai senyum.

“Maksudnya biar ditekok ke bawahlah pak,” tambahnya.

***

Kendaraan kami masuk Porsea. Obrolan beralih ke cerita polisi kaya Sitorus di Papua, si pengemplang pajak Gayus hingga pengacara Batak yang terkenal seperti Ruhut, Hutapea, dan lain-lain. Porsea, nama kawasan yang oleh Pergaulan berarti percaya, bahasa asli Batak. Di pikiran Pergaulan, Batak mempunyai banyak hal yang membedakan dengan suku lain, dari  nyanyian hingga kalender.

“Menurut aku, masih banyak paket wisata di sekitar Danau Toba yang belum dikembangkan. Itu kerjanya Dinas Pariwisata. Orang Tomok, rela dia berkorban membuka website Tomok, makanya laku, orang itu kan dananya, dikumpul-kumpul,” ucap lelaki yang mengaku pernah tinggal di Jakarta dan sukses melalui masa-masa sulit dengan canda tawa.

Kami bernapas lega sebab jalur Balige-Laguboti lancar tanpa halangan. Jarum jam menunjuk pukul 9 ketika kami melintasi Laguboti. Ibu yang duduk di depan, di samping Pergaulan yang dari tadi menikmati obrolan kami bertanya.

“Kenapa bapak balik lagi ke Parapat? Kan di Jakarta banyak kerjaan,” tanyanya.

“Itulah kalau udah jodoh, tak bisa diapa-apai bu. Ketemu jodoh di Jakarta, pulang dia, pulang pulala aku. Kalau nggak ada usaha nggak bisa hidup di Jakarta maka pulanglah ke Parapat. Pulanglah aku,” pungkasnya.

Jejak Jokowi di Inna Parapat (foto: Kamaruddin Azis)

Begitulah, maka pulanglah Pergaulan untuk menyemarakkan rencana Pemerintah membangun pariwisata Danau Toba, agar bisa menarik minat kunjungan wisatawan hingga sejuta di tahun 2019.

Semoga, ya pembaca!

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.