Diari Jakarta: Kami, Punnang dan Cerita Lainnya

Punnang di malam hari (dok: istimewa)

Dua minggu terakhir, saya lumayan ‘full speed’ memikirkan kelanjutan sekolah anak bungsu di Gowa. Dia baru saja tamat SD. Lantaran itu, jiwa dan raga terbang ke Tamarunang, Gowa. Seakan hadir di sana menemani istri yang selama ini selalu sibuk urus anak-anaknya.

Untuk urusan itu saya selalu percaya pada ketangguhannya meski belakangan ini kami harus waspada berlipat karena ketiga anak-anak kami mulai masuk di zona yang dinamis dan labil. Gadget dan hujan wifi membuat kami khawatir.

Terus terang, selama saya di Jakarta, banyak andai yang tiba dan lumayan mengusik ketenangan saat jauh dari Gowa.

‘Udah, bawa saja ke Jakarta.”.

“Cari kosan di Bogor atau Depok. Di sana sejuk dan sehat untuk anak-anak.”

“Ayolah, bawa sekalian ke Jakarta.”

Banyak pertimbangan untuk belum memboyong anak-anak dan istri ke Jakarta. Salah satu yang paling kuat adalah ‘faktor ibu’.

Saya belum mau karena sejauh ini, saya ingin koordinat mereka dekat ke ibu dan keluarga di Galesong.

Cukuplah saya yang jauh dan jadi warga warkop serta hanya bergantung pada video call whatsapp untuk memandang dan bercengkerama dengan IBU nun jauh di sana.

‘Come on, hidup ini dan kita, semakin tua dan kita harus memilih jalan paling mudah menyenangkan orang tua bukan?’ Memang, di hidup ini pasti banyak hal atau harapan yang belum menjadi kenyataan tapi kita harus selalu menikmatinya bukan?

Pelayaran hidup yang mengasikkan bisa jadi bukan karena cuaca bersahabat atau destinasi yang gemerlap di haluan tetapi dengan siapa kita melayarinya, bukan?

Di Jakarta saya sangat beruntung punya beberapa kawan yang selalu menyapa dan mengajak bersua, bincang dan berbagi perspektif. Beberapa lainnya justeru bersua koinsidens di warkop dan mengobrol ke sana, ke mari.

Belakangan ini saya rajin berkunjung ke Kedai Kopi Phoenam di Jalan Wahid Hasyim Jakarta. Lokasinya strategis karena sepelemparan bola kasti dari Stasiun Gondangdia.

Saya sendiri tinggal di sekitar Stasiun Pasar Minggu Baru. Dengan investasi enam ribu pergi pulang, saya bisa menikmati canda tawa di Punnang, begitu saya sebut.

Di Punnang, saya bisa menyaru jadi ‘orang ada-ada’ dengan masuk ke dalam ruangan utama memesan mie kering, atau pada situasi yang lain menjadi ‘penyuka mie instan dan cabe hijau’ sembari sesekali main domi.

Oh ya, dua hari lalu, untuk pertama kalinya saya main domi di sana bareng Rahmat Takdir.

***

Hari-hari belakangan ini, saya amat senang menyaksikan IBU dan keluarga di kampung bergerak dinamis dan tetap terhubung meski jauh. Ini nikmat luar biasa dan harus dirayakan bukan?

“Sibukka lagi ukur tanah sekarang, banyak sertifikat mau dibikin,” kata adikku dari Galesong.

Belakangan ini, saya juga sudah bisa tersenyum. mulai terlepas dari siksaan tegang leher karena kebangetan makan ikan asin. Itu setelah saya mengurangi garam dan gula.

Penyakit kami orang pesisir, sulit berkelit dari rasa rindu pada ikan kering asin atau ikan palluce’la. Jikapun harus menggoreng ikan asin lagi, maka dia harus direndam berjam-jam.

Minggu ini saya senang sekali bersua banyak kawan. Kawan SMA di Jakarta. Bersua kawan profesional asal Makassar yang masih saja rendah hati. Menyapa dan berbagi pengalaman.

Belum lagi kawan-kawan semasa kuliah dan memilik minat yang sama pada isu-isu kelautan.

Semalam, masih tentang Punnang. Saya bersua seorang fans Manchester United asal Luwu Timur, setelah sebelumnya hanya berbalas pantun di FB.

Saya juga bersua mantan Lurah di Kota Benteng Selayar di tahun 2000-an, saya di Selayar kala itu meski belum mengenalnya dengan baik. Semalam, saya bertemu banyak kawan baru.

Semalam, itu rekor paling lama ngetem di Punnang sejauh ini. Saya datang pukul 2 siang, lalu pulang ke pemondokan, pukul 22.00 malam. Bisa selama itu karena menunggu janji ngopi aktor rendah hati ‘Lelaki dari Tanjung Bira’.

Pagi ini saya bahagia menulis ini setelah melihat senyum IBU via Whatsapp dan yang kedua, ada ajakan untuk bersua kawan sekelas SMA di Makassar. ba’da Jumatan..

Rawajati, 13/07

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.