In Memoriam, Mastan Majuddin, "Sabar, Tekun dan Bertanggung Jawab"

Kunjungan ke Selayar di hari senin tanggal 21 Desember lalu, bak perjalanan dengan setangkup getir dan duka. Sore hari sebelumnya, saat sedang membuat catatan kunjungan kami ke Selayar dua minggu lalu ada kabar melalui sms dan telepon, “Mastan meninggal karena tenggelam saat snorkeling di resort Jochen”.

Dia tenggelam saat berekreasi di hari minggu yang nyaris cerah di pantai timur Selayar. Kaget dan panik. Berita kematian datang lagi. Saya beberapa kali dikontak kawan di Selayar ihwal berita duka yang sangat mengejutkan ini. Setelah itu, saya putuskan untuk melayat walau mungkin tidak sempat melihat jenazahnya lagi.

Saat menunggu penguburannya, saya sedang di atas bus bertolak dari terminal Mallengkeri Makassar. Pak Syaiful Arif, Kepala Bappeda Selayar mengirimkan sms, bahwa Mastan dikuburkan sekitar pukul 10.

Pukul 18.30 bus Mahkota yang saya tumpangi dari Makassar tiba di terminal Kota Benteng, Selayar. Perjalanan yang menyesakkan perasaan di atas bus yang memang padat penumpang dan karung beras. Getir karena berita kehilangan seorang sahabat yang kami anggap saudara. Sahabat yang menjadi aktor utama dari lakon petualangan di pesisir Selayar dari pantai timur hingga ujung selatan di minggu pertama Desember tahun ini.

Di terminal bus, suasana gelap gulita. Penumpang satu persatu meninggalkan terminal, ada yang dijemput keluarga ada pula yang diantar para tukang ojek. Di barat terminal adalah pantai. Angin basah mulai menyapu terminal. Saya merenung, merasa kehilangan sesuatu.

Saya hanya menunggu beberapa menit sebelum Evi datang membawa mobil Innova warna hitam berplat merah. Evi beritahu bahwa selain saya, dia juga menjemput mertua Mastan. Rupanya, mereka juga ada di fery yang saya tumpangi.

Mastan Majuddin, pria muda, tinggi dan peramah ini adalah sosok penting di kantor Bappeda Selayar yang selama ini menjadi mitra kegiatan program kami dalam upaya mendorong pembangunan kapasitas pemangku kepentingan pembangunan di Sulawesi, Selayar adalah salah satu targetnya.

Setelah menitip tas pakaian di rumah seorang kawan, saya putuskan segera menuju rumah duka, saat itu juga. Kami menyusuri jalan utama kota Benteng menuju arah selatan kota.

Selama dalam perjalanan beberapa menit itu, satu persatu fragmen kenangan mulai dari perkenalan pada tahun 2001 di kantor Bappeda Selayar saat saya bekerja untuk program COREMAP fase I, hingga pertemuan pertama kalinya lagi setelah sempat terputus selama lima tahun menyeruak silih berganti di antara berbagai lembar kenangan.

Adalah pak Baso Lewa (kini kepala Bagian Pemerintahan, Pemkab Selayar) yang memperkenalkan pada saya, dengan menyebut Mastan adalah lulusan pada jurusan perikanan Universitas Hasanuddin, yang saat itu sedang diajak untuk terlibat pada COREMAP Saat itu Baso Lewa adalah ketua Pokja program yang organisasinya melekat pada kantor Bappeda.

Kesan pertama saya adalah, dia anak yang ramah, sabar dan sopan. Alumni SMA Negeri 5, Makassar ini punya tutur kata yang terukur dan murah senyum. Dia kemudian terlibat pada beberapa kegiatan pelatihan dan pertemuan-pertemuan kordinasi antara berbagai komponen program.

Sejak meninggalkan Kota Benteng pada tahun 2003, lalu bekerja di Luwu dan Aceh saya mendengar kabar bahwa dia semakin aktif pada berbagai kegiatan LSM lalu diterima jadi pegawai negeri sipil pada tahun 2006, hingga kemudian pada tahun 2008, saya kembali bertemu dengannya.

Pertama melihatnya adalah saat dia tampil sebagai gambar sampul newsletter proyek dimana saya bekerja. Proyek yang telah berjalan selama setahun sebelum saya bergabung ini rupanya telah memfasilitasi satu pelatihan fasilitator bagi LSM dan petugas garis depan di 29 kabupaten/kota Se-Sulawesi. Mastan sebagai perwakilan dari Kabupaten Kepulauan Selayar dan mewakili LSM yang telah dibesutnya sejak lama bernama LSM Srikandi.

Mastan yang saya kenal adalah pembelajar sejati, jadi tidak heran saat saya menemukannya lagi di proyek yang menyiapkan kerangka pelatihan berseri ini. Untuk ukuran proyek “biasa saja”, Mastan tentu punya pertimbangan lain mengapa dia begitu antusias mengikuti berbagai seri pelatihan ini. Kesan lain dari dia saat itu adalah, dia pembelajar yang tak mengenal kata pasrah atau mengeluh.

Bagi saya, perjumpaan dengannya di proyek ini adalah nikmat tak terkira. Berapa tidak, melalui dialah berbagai inisiatif muncul terkait kegiatan proyek yang terkait dengan urusan LSM dan pemerintahan. Selain dia, terdapat pula lima orang perencana yang telah dilatih melalui diklat perencana selama bulan Juli 2008 untuk perwakilan Bappeda dan SKPD di Selayar sementara Mastan sendiri adalah peserta pelatihan fasilitator. Target yang ingin dicapai dari pendekatan ini adalah berjalannya satu mekanisme kolaborasi dan berbasis komunitas pada berbagai inisiatif pembangunan daerah saat mereka kembali ke kabupaten.

Melalui Mastan, gagasan itu menjadi kenyataan saat pada awal bulan Desember 2009, kegiatan pelatihan bagi 20 calon fasilitator di Selayar berjalan dengan lancar. Mastanlah yang mendisain dan menyiapkan pelatihan ini.

Kami hanya berkordinasi mengenai penyiapan fasilitator dan urusan administrasi belaka. Pendekatannya yang bersahaja, egaliter dan cair kepada kawan-kawan di Bappeda dan LSM setempat membuat gagasan dan inisiatifnya mudah diterima. Tidak hanya pada kawan selevel namun juga atasan dan pimpinan langsungnya.

Kontak terakhir saya dengannya saat dia menelpon dari Benteng, “Bang, tolong email draft MoU dengan Bupati ya untuk kami pelajari dulu”. Awalnya saya sempat bertanya, “tumben, padahal ada satu tahapan yang belum kelar” batinku saat itu. Permintaannya hanya menunggu beberapa menit, lalu saya segera mengirim draft yang dimaksud ke emailnya.

Permintaan itu pula yang terakhir saya penuhi, hingga kabar duka yang buat saya terguncang itupun datang melalui sms dan telepon.

Saya sampai di rumah duka sekitar pukul 19.00. Saya menjabat tangan istrinya yang saat itu terlihat tegar dan datar dibungkus jilbab hitam. Terlihat pula dua orang anaknya yang masih kanak-kanak. Wulan 5 th dan Inayah, 4 th. Anak bungsunya yang masih 1,5 tahun tidak terlihat. Mertua lelaki Mastan tidak bisa menahan tangisnya. Yang terlihat tegar, sang ibu mertua. Dia memeluk anak kandungnya, Indri seraya berbisik lirih, “sabarko anak”.

“Mastan, tenggelam. Kehabisan tenaga saat melakukan snorkeling di beranda salah satu resort favorit di pantai timur Selayar. Resort ini pula yang kami kunjungi dua minggu sebelumnya, sebelum pertistiwa naas tersebut. Kami kehilangan sahabat, rekan kerja sekaligus saudara dekat. Saya dan banyak kawan dekatnya seakan tak percaya.

“Semua begitu cepat” Kata Evi yang saat kejadian itu ikut bersama rombongan rekreasi hari Minggu mereka di tanggal 20 Desember 2009. “Saya tidak yakin kalau dia meninggal, saya malah berpikir bahwa jikapun dia dikubur, Mastan akan keluar dari kuburnya dan bilang, saya masih hidup” Kata seorang kawan lainnya. Beliau berpulang sekitar pukul 17.00. Kejadiannya berlangsung begitu cepat.

“Kami datang ke Resort Jochen pada siang hari. Jumlah kami ada 17 orang karena ada beberapa kawan yang menyusul” Kata Evi. Evi juga yang saya temani saat kami melakukan snorkeling di tempat yang sama dua minggu sebelumnya.

Saat kejadian itu, Herman, salah seorang yang ikut saat itu sedang berenang di sekitar ujung dermaga. Agak di luar, jauh dari tubir dan tidak tahu bahwa Mastan sedang berjibaku dengan maut.

Memang, seingat saya dua minggu lalu tentang lokasi itu, di ujung dermaga sepanjang lebih 50 meter yang menukik ke laut itu terdapat tali yang membentang sejauh 30 meter ke arah timur dan di ujungnya terdapat jerigen warna biru sebagai penanda, semacam pelampung tepat di tubir (slope). Saya sempat menjangkaunya saat itu. Lalu di sebelah utara sejauh 100 meter terdapat speedboat yang selalu terparkir di sana saat tidak digunakan menjemput penumpang.

“Saat kami berenang pada hari minggu tanggal 20 itu, gambarannya seperti itu” Kata Herman. Speedboat itu masih ada. Kedalaman di ujung dermaga sekitar 4 meter dan dengan drastis terjal menukik menuju palung laut yang hitam dalam beberapa meter saja.

“Rupanya saat selesai makan, bercanda dan pamit pada istrinya, Mastan juga sudah mengarah hendak berenang di ujung dermaga” Kata Herman lagi. “Saking cepatnya dia sudah berada di antara ujung dermaga dan speedboat” Katanya lagi.

Saat bersamaan, beberapa kawan lain, ada yang sedang mengaso di cottage Jochen yang indah itu. Ada pula yang sedang menikmati ikan bakar.

“Setelah pamit pada istrinya, Mastan terlihat sampai di speedboat lalu kemudian menjauh dari situ. di kepalanya terdapat snorkel dan mask” Kata Evi.

“Saya melihat tangan mengayun dan suara minta tolong” Kata Istrinya. Hingga kru jolor (perahu bermesin khas Selayar) yang mereka tumpangi segera mendekat dan menjangkaunya. “Yang terlihat kemudian hanya kepala, tangannya tak terlihat lagi sebelum diangkat naik ke jolor”. Wajahnya biru kehitaman.

Saat sampai di darat, semua jadi panik hingga Jochen, pemilik resort segera turun tangan dan memberikan pertolongan. Berbagai tindakan pertolongan pertama, ditempuh Jochen hingga kemudian Mastan dibawa ke Appatanah dengan menggunakan speedboat resort.

“Saat dibawa dari speedboat ke mobil, nadinya masih sempat berdenyut” Kata Evi. Namun, sampai daerah Barang Barang, Mastan sudah tak bisa tertolong lagi. Berbagai upaya ditempuh seperti menggunakan alat napas bantu namun tidak menolong. Sekitar pukul 15.00, hari Minggu, 20 Desember 2009, kami kehilangan sahabat, saudara yang sabar, santun dan halus tutur katanya.

Kami berkumpul di rumah duka. Bersama saya, hadir Evi, Herman, Ratna dan Suami, Ani, Yos, lalu datang Baso Lewa. Suasana haru dan berbagai cerita suka duka mengenang sahabat kami ini satu persatu keluar dari lubuk hati pada sahabat. Semua memuji kesabaran dan sifat selalu ingin belajarnya.

“Beberapa waktu lalu dia beli sepeda” Kata istrinya. Dia ingin bergabung dengan klub sepeda di Benteng. Sebelumnya, dia juga janji akan beli pancing. “Bulan depan saya sudah punya pancing juga” Kata seorang teman menirukan keinginan Mastan. Bukan hanya itu, keinginannya untuk semakin akrab dengan laut semakin ditunjukkannya dengan hasrat untuk mengikuti pelatihan scuba diving.

Bagi saya, dia juga mempunyai selera humor yang bagus. Dia bahkan pernah berseloroh, “Walau masih muda namun rambut saya sudah hampir memutih semua” Katanya suatu ketika. Di usia 30an, rambut Mastan, memang banyak yang memutih.

“Bukti respeknya pada orang adalah tutur katanya yang santun”. Yang selalu saya ingat, jika mengobrol dengan dia adalah panggilan, “Bang”. Dia memanggil saya dengan Abang. “Bang, tolong email saya ya, itu kalimat terakhir yang saya dengar dari obrolan kami via telepon tanggal 16 Desember 2009 yang selalu terngiang.

Berbagai rencananya, minatnya pada kelautan, olahraga sepeda, menyelam, memancing kini tinggal rencana. Sahabat kami itu telah dipanggil yang maha kuasa pada tanggal 20 Desember 2009. Pada bulan ulang tahun pernikahannya yang ketujuh dengan Sri Indriyani, S.Pi, teman sefakultas yang dinikahinya.

Mastan Majuddin, meninggal pada usia 32 tahun. Usia yang sangat muda, saat dimana karirnya sebagai staf Bappeda sedang beranjak naik. Bagi saya, dia adalah figur perencana yang paham filosofi pemberdayaan masyarakat. Mau berkorban dan tulus ke desa. Dia juga tak pernah mengeluh untuk seluruh amanah yang diberikan pimpinan.

Kami mengingat kembali saat bersama almarhum, saat persiapan dan pelaksanaan pelatihan fasilitator selama seminggu dari tanggal 30 Nopember hingga tanggal 5 Desember 2009. Cerita perjalanan dan kesannya saat kami bersama-sama menjajal area Jammeng dan memancing di sana, juga ke Gantarang Lalan Bata, hingga kebersamaan terakhir kami di Resort Jochen, pada tanggal 5 Desember 2009. Lokasi resort yang kemudian menjadi lokasi terakhir perpisahan dengannya dengan para sahabatnya.

Tentu bukan hanya kami yang merasa kehilangan, masyarakat dan pemerintah kabupaten kepulauan Selayar kehilangan satu stafnya yang berdedikasi, sabar dan tidak pernah berhenti belajar. “Dia tidak pernah mengeluh jika diberi tugas, dia bertanggung jawba” Kata kami sepakat mengenai almarhum.

Selamat jalan, Mastan, sahabat dan saudaraku. Jika boleh, saya ingin melinangkan air mata, untukmu.

Sungguminasa 22/12/2009

7 thoughts on “In Memoriam, Mastan Majuddin, "Sabar, Tekun dan Bertanggung Jawab"

  1. Sepakat bahwa almarhum adl sosok yang bertanggung jawab dlm mengemban amanah & antusiasme untuk belajar…
    Banyak dialog kami dg nuansa ketenangan kemudian melahirkan ide-ide segar untuk implementasi program..
    Selamat jalan sahabat! Tuhan ternyata lebih sayang engkau tinggal di alam sana dibandingkan melanjutkan episode kehidupan di alam fana ini…

    Like

  2. Pak Kamaruddin, turut berduka cita atas meninggalnya rekan Bapak.

    Maaf komentarnya melenceng dari topik. Saya tertarik dengan hobi snorkeling, dan ingin mencobanya suatu saat. Tetapi saya sering membaca berita pelaku meninggal ketika sedang melakukan snorkeling. Padahal seperti yang dialami almarhum rekan Bapak, snorkeling ini masih dilakukan di laut beranda resort, yang logikanya seharusnya berada dalam jarak pengawasan guide yang berwenang. Bagaimana tipsnya supaya kita dapat snorkeling dengan selamat? Terutama bagi saya yang hanya bisa berenang dan belum pernah menyelam di laut. Terima kasih.

    Like

  3. Terima kasih Om Ipul. 🙂

    Vicky, terima kasih sudah mampir. o ya, sebenarnya, standar operasional diving atau bahkan snorkling jelas, never dive or snorkle alone. intinya mesti bersama. ihwal saudara Mastan saat itu sedang bersama beberapa kawannya, hanya saja beliau “keluar” dari jalur. Saya juga belum yakin, apakah karena kram selama berenang atau ada “senngatan” dari laut. 😦

    O ya, cobalah ke Makassar, ada banyak dive spot atau tempat snorkling yang keren… Salam kenal ya 🙂

    Like

  4. InnaLillahi Wainnailahi Rajiun…
    turut berduka cita atas meninggalnya kakak kami….
    saya kaget saat melihat tulisan teman saya di wall sebuah group tentang kematian kak mastan…

    karena kak mastan salah satu sebior saya waktu smp dan sma…dia juga senior saya pramuka waktu smp….
    kak mastan sangat sabar dan pendiam….

    saya tidak sangka bahwa sa akan menemukan kabar dia,walaupun kabar itu sangat sedih..
    selamat jalan kak..semoga amal ibadah kak mastan terima oleh Allah SWT…amin

    saya sangat berterima kasih karena saya mendapat info mengenai kematian kak mastan dari blog pak kamaruddin…

    terima kasih pak…
    salam

    Like

  5. Selalu dan Selamanya Kak Mastan menjadi saudara.. Malam sebelumnya msh sempat inbox di FB, mau kunjungi kami di Gorontalo dgn Harapan sharing pengalaman dan ingin silaturhami sbg sesama orang selatan..
    Tutur kata santun dan senyum khasnya msh tersimpan dlm ingatan.. Trus berdoa utk Kak Mastan dan Keluarga

    Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.